(AGAMA )
HI!
Materi Tentang toleransi dalam beragama.
Hari ini kita belajar agama dan belajar tentang materi yang ada di atas. selain mengerjakan soal yang diberikan materi toleransi agama adalah sebagai berikut :
1.Pengertian Toleransi Beragama
Toleransi beragama adalah suatu sikap yang saling menghargai, dan menghormati umat yang beragama lain dan tidak memaksa umat beragama lain untuk masuk keagama lain atau suatu agama tidak boleh menjalek-jelekan agama lain dan mendiskrminasi agama lain
Selain itu kita juga diberikan . pelajaran tentang hukum pernikahan antara 2 insan yang berbeda. penjelasan materinya adalah sebagai berikut. contohnya agama islan dengan agama lain :
Ada 2 jenis menikah beda agama:
1. Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam
2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam
Hukum
mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki
non-Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yg digunakan
untuk larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam
adalah
Surat Al Baqarah(2):221,“Dan janganlah kamu
nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman
.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.”
Jadi, wanita musliman
dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim, apapun alasannya.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran di atas. Bisa
dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan
laki-laki non Islam, maka akan dianggap berzina.
Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas 2 macam:
1.
Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dg Ahli
Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi).
Hukumnya boleh, dengan dasar
Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al Kitab
itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan
dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman
(tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan
ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
2. Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak ulama yg melarang, dengan dasar
Al Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.”
Banyak ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab
di sini adalah Injil dan Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani
dan Yahudi berasal dari sumber yg sama, agama samawi, maka
para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg
dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan
sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli
kitab, para ulama sepakat melarang.
Dari sebuah literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha
atau Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk
agama ardhiy (bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai
kitab suci itu bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT. Benda
itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka.
Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan
petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.
Kita
tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur
masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina,
minuman keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam
Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral
dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam suci
dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi
hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas
kitab samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara
itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan
Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud
dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain
yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak
termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi
Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga
bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Sementara
itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi
wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman
bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat
Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul
Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi
berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang
sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad
bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan
menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat
yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu
Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada
Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari
orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga
menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena
mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap
mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada
perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita
muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya
tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding
wanita ahlul kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah anak-anak
yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria muslim sedikit
sementarawanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada
yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita
non muslim.